Jumat, 21 November 2025

(Cerpen) Sayap Cinta

 

Gambar: Meta AI

Wajah lelaki itu tak asing bagiku. Sepertinya aku pernah mengenal dia pada masa lalu. Begitu banyak yang berubah darinya. Bagaimana mungkin aku seorang perawat yang bertugas di rumah sakit ini bisa bertemu dengannya. Dia mengenakan jas putih dengan stetoskop menggantung di leher. Dia seorang dokter muda yang baru ditugaskan di rumah sakit ini. Aku hampir tak bisa percaya. Sayap takdir telah menerbangkan kami hingga bertemu di sini.

Yogi Andrian Firdaus. Benarkah itu kamu?” tanyaku.
“Iya, Alika Septania. Akhirnya kita bertemu lagi,” jawabnya sambil tersenyum.
Ada kelegaan di hatiku yang selama bertahun-tahun merasa kehilangan. Kini telah lengkap rasanya bagai dilahirkan kembali di kehidupan baru. Siapa sangka Yogi yang di masa kecilnya selalu membuatku menangis, kini membuatku tak berhenti tersenyum sedikit pun. Dokter muda, Yogi. Sayap patahku mampu terbang kembali bersamanya.

***

Suatu sore yang cerah pada hari libur, aku dan Yogi janjian bertemu di sebuah taman. Sudah saatnya kami bernostalgia mengenang masa kecil. Dulu, keluarga Yogi adalah tetanggaku. Yogi kecil dan aku juga bersekolah di SD yang sama. Dia kakak kelasku.

Dokter Yogi!” panggilku setelah menemukan sosok yang kukenal itu duduk di sebuah bangku taman.

“Hai, Alika. Jangan panggil Dokter! Ini bukan rumah sakit. Kita tidak sedang bertugas,” protes Yogi.

Aku hanya tersenyum lalu duduk di sampingnya. Tidakkah dia tahu, betapa bangganya aku memanggilnya dengan sebutan “Dokter”. Aku hanya terdiam memandang sekitar. Suasana sore yang damai. Burung-burung beterbangan dengan riang di antara pepohonan taman. Seakan-akan mereka merayakan pertemuan kembali antara aku dan Yogi.

“Lihatlah! Aku iri dengan burung-burung itu. Yogi, apa kamu ingat kisah masa kecil kita dengan burung?”
“Tentu saja! Kamu pernah bilang, andai reinkarnasi itu ada, kamu ingin dilahirkan menjadi seekor burung. Yang punya sayap, yang bisa terbang."

Ingatan kami kembali ke masa anak-anak.

Waktu itu, usiaku baru tujuh tahunan dan Yogi sepuluh tahunan. Aku dan Yogi sangat sering bermain bersama. Namun, kami juga lebih sering tidak akur. Yogi kecil sangat suka menggangguku. Setiap permainan yang kulakukan, dia selalu membuat onar. Rasanya dia semakin gembira jika berhasil menggagalkan acara bermainku. Aku sangat sering menangis karena Yogi kecil. Senjata yang paling kuingat untuk Yogi berbuat onar adalah sebuah katapel. Saat aku bermain masak-masakan, boneka, atau apa pun, dia selalu menembak dengan katapelnya hingga mainanku berantakan. Semua benda-benda di sekitar juga menjadi sasaran katapel Yogi.

Korban katapel Yogi yang terparah adalah seekor burung gereja. Dengan kerikil, Yogi menembakkan katapelnya hingga tepat mengenai burung gereja yang hinggap di dahan pohon. Burung itu jatuh ke tanah dengan satu sayapnya patah. Aku yang melihat kejadian itu segera memungut sang burung. Aku menangis tersedu dan memarahi Yogi kecil. Tega sekali dia! Aku membawa burung itu dan merawatnya di rumah. Sejak merawat burung itu, aku bercita-cita menjadi perawat. Aku ingin merawat sang burung hingga mampu terbang kembali.

Dengan bantuan orang tua, aku merawat burung gereja itu. Ayahku meletakkannya di sebuah sangkar. Beberapa pekan kemudian, keadaan burung itu semakin membaik. Sepertinya dia akan segera bisa terbang. Aku sangat gembira setiap hari memperhatikannya dari balik sangkar.

Hingga pada suatu hari, Yogi kecil bermain di rumahku. Awalnya dia ikut mengamati si burung gereja yang mulai lincah bergerak di dalam sangkar. Kemudian entah bagaimana tangan jail Yogi membuka-buka penutup sangkar. Tak disangka, burung gereja itu pun terlepas. Terbang jauh dari sangkarnya dan tak kembali. Aku menangis sejadi-jadinya melihat burung yang selama ini kurawat, kini lepas dari sangkarnya. Aku sangat sedih.

Setiap kali melihat burung terbang di langit, aku merasa iri. Aku ingin terbang seperti mereka. Aku ingin menjadi burung.

Aku tak pernah membenci Yogi walau dia selalu membuatku menangis. Akhirnya Yogi harus pindah rumah karena ayahnya dipindahtugaskan ke luar kota. Aku merasa sangat kehilangan. Aku semakin ingin menjadi burung. Dengan menjadi burung, aku akan terbang dan mencari ke mana Yogi berada. Bagiku, Yogi adalah sahabatku. Dia memang selalu mengganggu. Justru karena itu, aku selalu mengingatnya. Aku ingin kelak saat dewasa bisa bertemu dengannya lagi. Entah bagaimana caranya.

Saat itu, aku tak mengerti Yogi pindah ke kota mana. Aku hanya bisa mengingat kenangan masa kecil bersamanya. Aku memilih fokus mengejar cita-cita. Aku pun berhasil menjadi perawat dan ditugaskan di rumah sakit ini. Siapa sangka di sinilah aku bertemu lagi dengan Yogi. Bahkan bertemu dengannya sebagai seorang dokter. Kini Dokter Yogi sedang duduk di sampingku. Kami mengingat segala kenangan itu.

“Bagaimana mungkin kamu menjadi dokter, Yogi? Aku tidak menyangka.”
“Alika, maaf. Waktu kecil aku sangat nakal padamu. Maaf, selalu membuatmu sedih dan menangis.”
“Yang terpenting, sekarang aku sudah tak menangis lagi karena kamu. Aku sangat bangga sekaligus heran. Aku masih tidak percaya.”
“Kamu tahu, Alika? Saat orang tuaku mengatakan keluarga kami harus pindah rumah secara mendadak, aku merasa sangat sedih. Aku belum sempat meminta maaf padamu atas semua kenakalanku. Aku membuang katapel itu. Aku menyesal. Saat berpisah, aku ingin bertemu denganmu. Namun, aku tak tahu bagaimana caranya. Hingga aku punya sebuah cara terbaik supaya bisa bertemu denganmu lagi.”
“Bagaimana caranya, Yogi?”
“Aku ingat kamu berkata ingin menjadi seorang perawat. Agar dapat bertemu denganmu, tentu aku harus menjadi dokter! Sejak itulah aku bercita-cita menjadi dokter. Aku belajar sungguh-sungguh. Bukan hanya untukmu, tapi juga untuk menebus kesalahanku yang pernah menyakiti seekor burung.”
Mataku berkaca-kaca mendengar penjelasan Yogi. Dia yang masa anak-anaknya sangat bandel, ternyata kini menjadi dokter yang mengagumkan.
“Yogi, kesungguhanmu membawa hasil. Akhirnya kita bertemu lagi. Aku sebagai perawat dan kamu sebagai dokter." Aku tersenyum. Aku merasa jadi orang paling bahagia di dunia.
“Aku tak mau berpisah denganmu lagi.”
“Yogi. Bagaimana kalu kita mati? Tentu kita akan berpisah.”
“Andai ada reinkarnasi, aku ingin kita berdua menjadi burung. Aku ingin terbang bersamamu, Alika.”

Ucapan Yogi menimbulkan perasaan yang aneh dalam hatiku. Tiba-tiba aku malu menatap Yogi. Aku membuang pandangan jauh ke langit yang mulai diselimuti senja. Burung-burung terbang pulang ke sarangnya. Begitu indah. Bagiku, sayap adalah bagian tubuh yang paling indah. Dengan sayap, burung dapat terbang mengelilingi angkasa. Oh, aku sangat ingin merasakannya. Terbang bersamanya. Yogi. Dia menggandeng tanganku dan mengajakku beranjak pergi. Taman mulai gelap karena senja berganti malam. Aku dan Yogi berjalan bersama. Sayap cinta berkembang di antara kami. Bawalah kami terbang setinggi awan.

*Cerpen ini pernah dimuat di website cerpenmu.com pada 2012. Kemudian dibukukan dalam antologi pribadi berupa kumpulan cerpen berjudul The Wings of Love pada 2016. Kali ini telah diswasunting kembali oleh penulis.

Selasa, 18 November 2025

MIRROR: Filosofi Cermin dalam Film Horor



Gambar: Wikipedia

Judul: Mirror

Sutradara: Hanny R. Saputra
Produser: Novi Christina
Skenario: Armantono
Cerita: Leo Lumanto
Pemeran: Nirina Zubir, Jonathan Mulia, Ichi Nuraini, dll.
Durasi: 115 menit
Rilis: 27 Oktober 2005

Suatu hari, aku teringat lagu yang dibawakan penyanyi Astrid berjudul "Cinta Itu". Lagu tersebut adalah soundtrack sebuah film horor berjudul "Mirror". Film ini dibintangi oleh Nirina Zubir (sebagai Kikan) dan Jonathan Mulia (sebagai Doni).

Film "Mirror" sudah tayang 20 tahun lalu, tepatnya pada 27 Oktober 2005. Kamu pernah nonton nggak? Aku belum nonton jadi penasaran, dong. Ternyata filmnya ada di YouTube, lo. Akhirnya aku nonton walaupun bersambung sampai dua hari.

Film "Mirror" menceritakan seorang gadis SMA bernama Kikan. Ia ceria dan suka menjaili teman-temannya. Suatu hari, ia menakut-nakuti para siswi di laboratorium dengan berpura-pura menjadi hantu. Tidak disangka, ia terjatuh dan pingsan hingga keesokan paginya.

Sejak kejadian itu, Kikan menjadi berbeda. Ia mempunyai kemampuan untuk mengetahui hal gaib. Saat di toilet, Kikan bertemu Pak Soleh, tukang kebun sekolahnya. Ia tidak melihat bayangan pria itu di cermin. Ternyata, Pak Soleh meninggal gantung diri di dalam toilet.

Selanjutnya, Kikan juga tidak bisa melihat bayangan gurunya bernama Bu Yani di cermin. Kemudian, guru itu meninggal karena kecelakaan mobil. Teman-teman Kikan mulai menjauh sebab merasa takut atas keanehan cewek itu. Hanya ada satu teman yang selalu perhatian, yaitu Doni.

Hingga pada suatu kesempatan, Doni mengungkapkan perasaan cinta kepada Kikan. Namun, Kikan tidak bisa menjawab. Saat mereka makin dekat dan berencana pergi berdua, justru Kikan tidak bisa melihat bayangan dirinya sendiri di cermin.

Lalu, bagaimana akhir ceritanya? Kamu nonton di YouTube aja, ya. Ada kejutan yang cukup seru di endingnya. Selain itu, kisah Kikan dan Doni lumayan menyedihkan. Istilahnya kasih tak sampai. Hiks.

Kelebihan dari film ini menurutku di tokohnya. Tokoh utama Kikan itu unik. Ia protagonis, tapi punya sifat kurang baik seperti jail dan suka berbohong. Ini menjadi pelajaran buat penonton biar tidak berperilaku seperti Kikan.

Kekurangannya, ada kejanggalan. Kikan masih SMA tapi tinggal di rumah sendirian tanpa ada orang tua. Ceritanya orang tua Kikan pergi ke luar kota. Namun, waktunya terlalu lama kalau meninggalkan anak remaja sendiri di rumah tanpa ada saudara atau asisten rumah tangga.

Yang aku suka, film "Mirror" mengandung pesan moral. Dari tokoh Kikan, kita seolah dinasihati untuk jangan suka berbohong dan mengerjai teman. Melalui percintaan Kikan dan Doni, kita bisa mengambil hikmah agar jangan sia-siakan waktu dan kesempatan hidup yang kita miliki.

Aku juga tertarik dengan filosofi cermin yang menjadi ide cerita. Beberapa filosofi cermin, antara lain:
💠 Menerima diri apa adanya
💠 Menghargai keunikan
💠 Menerima kondisi
💠 Introspeksi diri
💠 Memperbaiki kesalahan
💠 Kejujuran
💠 Keadilan
💠 Bijak menyikapi pandangan orang lain

Nah, menarik bukan? Perihal genre horor yang mungkin dihindari oleh sebagian orang karena menyeramkan, itu sebenarnya tergantung selera dan kegemaran kita. Film "Mirror" ini cukup aman ditonton mulai usia remaja karena tidak ada adegan dewasa yang vulgar.

Itulah tentang kisah film "Mirror" dan pelajaran yang bisa kita ambil. Semoga apa yang kita tonton tetap bermanfaat, ya.